Haruskah Harga Teh Telur Naik?

Tukang Saluang:
Muhammad Subhan

DAN, perbincangan sore menjelang senja itu di lepau Engku Raoh di Simpang Lapan kampung kami adalah soal keluhan Engku Raoh, si empunya lepau, yang risau hatinya tak dapat menaikkan harga teh telur.

Katanya, walau barang kebutuhan harian yang terus naik di pasar kampung tapi harga teh telur segitu-segitu juga.

Dia berniat menaikkan pula harga segelas teh telur, agar naik pula harga diri telur dan teh, tapi ia takut akan kehilangan pelanggan. Baca lebih lanjut

Alasan Engku Raoh Buka Lepau Teh Telur

Tukang Saluang:
Muhammad Subhan

ITULAH sebabnya kenapa sepuluh tahun silam Engku Raoh memutuskan pulang kampung lalu membuka lepau teh telur di Simpang Lapan.

Dia merasa gagal di kampung orang. Hujan emas diharap, hujan batu didapat.

Dia bukan orang tak bersekolah. Sarjana juga. Tak tanggung-tanggung, sarjana ekonomi. Soal hitung berhitung, putus sama dia.

Tapi, tak satu pun pekerjaan dengan penghasilan layak dia peroleh di kampung orang dan sebanding dengan keilmuannya. Tanah rantau begitu kejam, gumamnya. Baca lebih lanjut

Orang Makan Nangka Awak Kena Getahnya

Tukang Saluang:
Muhammad Subhan

BERLAKULAH pepatah itu. Orang makan nangka awak kena getahnya.

“Kasihan yang tak berbuat, Engku. Gara-gara oknum tukang sate ‘kondiak’ itu, tukang sate lainnya kena imbas. Lengang kedai,” seru Engku Lah melaporkan pandangan matanya setelah kabar ada oknum tukang sate yang menjual daging ‘kondiak’ sebelum digrebek aparat.

“Iya, kasihan awak. Cemas orang makan sate kini,” seru Engku Sut, di sudut lepau.

Langit Simpang Lapan hari itu agak mendung. Angin Singgalang turun. Dingin mencium kulit. Baca lebih lanjut

Engku Rap Pulang dari Batam

Tukang Saluang:
Muhammad Subhan

LENGANG lapangan terbang. “Yang tampak banyak orang tegak termenung saja, Engku,” ujar Engku Rap setiba ia di lepau Engku Raoh di Simpang Lapan, setelah turun dari bendi.

Engku Raoh, Engku Kari, Engku Sut, Engku Dis sejurus memasang muka serius ke arah Engku Rap.

“Mana oleh-oleh buat kami, Engku?” seru Engku Kari kemudian.

“Ondeh. Maaf, Engku. Sudah saya bungkus di Batam. Tapi sebab bagasi membayar, tak cukup isi saku saya, oleh-oleh itu saya tinggalkan saja. Kapan kemenakan saya pulang kampung, saya minta titip ke dia agar dibawakan,” jawab Engku Rap. Tampak wajah menyesalnya. Baca lebih lanjut

Sate ‘Kondiak’

Tukang Saluang:
Muhammad Subhan

“Sudah sangat susahkah zaman sekarang sehingga ada pedagang yang nekat menjual sate ‘kondiak’, Engku?” seru Engku Sut kepada Engku Raoh, pagi itu, di lepau teh telur Simpang Lapan.

Keningnya berlipat empat setelah membaca berita di koran kampung yang terletak di meja dan sebelum ia baca hendak disambar Engku Lah.

“Saya kira tidak, Engku, tapi oknum pedagang itu kreatif, ingin cepat kaya dengan jalan pintas,” jawab Engku Raoh.

“Ondeh. Kreatif yang sakit itu namanya, Engku,” timpal Engku Lah. Baca lebih lanjut

Simbiosis Mutualisme

Tukang Saluang:
Muhammad Subhan

Di pengujung Januari tahun ini, lepau teh telur Engku Raoh di Simpang Lapan tampak ramai.

Pengunjungnya bukan saja orang-orang kampung di Simpang Lapan, tetapi juga penumpang-penumpang bendi dari kampung-kampung tetangga yang melewati simpang itu.

Biasanya, sudah ada kode tersendiri antara kusir bendi dengan Engku Raoh. Jika penumpang bendi dibawa singgah ke lepau Engku Raoh, maka si kusir bendi otomatis mendapat teh telur gratis. Baca lebih lanjut

Anggota Dewan Kampung Urusan Teh Telur

Tukang Saluang:
Muhammad Subhan

Begitulah, Engku Kari diangkat menjadi anggota Dewan Kampung Urusan Teh Telur. Sebuah jabatan prestise, terhormat, khususnya bagi kalangan pecinta minuman teh telur di Simpang Lapan kampung kami.

SK pengangkatan langsung diterbitkan Kepala Kampung berdasarkan Undang-Undang Kampung. Di SK itu disebut Hak dan Kewajiban, walau lebih banyak Kewajiban tapi tidak jelas Hak.

Di saat pelantikan, acaranya mewah, dihadiri tokoh dan warga kampung. Seluruh anggota Dewan Kampung Urusan Teh Telur yang dilantik, memakai jas rapi, diberikan pin emas, meski imitasi. Baca lebih lanjut

Obat ‘Awet Muda’

Tukang Saluang:
Muhammad Subhan

PAGI-PAGI sekali Engku Kari sudah terjaga dari tidurnya.

Sehabis subuh, dibacanya agak beberapa bab buku di perpustakaan pribadinya. Sesudah itu, dibukanya jendela lebar-lebar. Hari sudah terang.

Nampak juga di matanya kepundan Marapi pagi itu yang rancak tak berselimut kabut. Angin sejuk masuk mengisi ruang bilik dangaunya yang tak besar.

Dihirupnya dalam-dalam udara itu, dilepaskannya pelan-pelan. Terasa lega dan lapang rongga dadanya. Baca lebih lanjut

’10 Years Challenge’ ala Simpang Lapan

Tukang Saluang:
Muhammad Subhan

BEGITULAH, setiap zaman menyimpan kelatahan masing-masing.

Tren? Bukan. Sebentuk minta diperhatikan, atau cermin kesepian.

“10 Years Challenge” menjadi fenomena menarik di Simpang Lapan. Akun media sosial Engku-Engku di Simpang Lapan banjir dengan foto-foto bergandeng 10 tahun lampau dan sepuluh tahun kini.

Tak terkecuali Engku Raoh. Akunnya pun memajang foto serupa, tapi bukan foto wajahnya, melainkan foto teh telur yang sejak sepuluh tahun lalu maupun kini masih itu juga. Eksis benar dia.

Engku Sut memamerkan foto dirinya sepuluh tahun lalu ketika masih agak muda sedikit. Wajahnya cerah, masih ganteng, sedangkan foto kini wajahnya tampak kusut, berlipat empat keningnya, seperti ditumpuki beban masalah. Baca lebih lanjut

2019 Masih Teh Telur

Tukang Saluang:
Muhammad Subhan

“2009 Teh Telur. 2019 Masih Teh Telur”.

Tulisan itu tertempel di secarik kertas di dinding lepau teh telur milik Engku Raoh, di Simpang Lapan. Engku Kari mengerutkan dahi membacanya.

“Eksis benar Engku ya? Teh Telur Engku memang tak ada lawan,” seru Engku Kari di saat ia duduk di kursi kayu yang biasa dia duduki di dekat jendela lepau yang menghadap ke Gunung Marapi. Baca lebih lanjut