Puisi-puisi Muhammad Subhan

Keadilan

tak lagi ada yang membela
tentang hak-hak wanita
anak-anak yatim dan juga fakir miskin
yang terus tergilas masa
peradaban

mungkin ini genangan darah terakhir
atau telaga air mata penghabisan
setelah liang-liang tempat bersembunyi
tubuh-tubuh mereka gali

katanya, wanita tempat pelampiasan saja
yatim dan fakir adalah sampah yang harus dibasmi
agar lalat-lalat comberan busuk
tak lagi merayap di kulit dan makanan mereka

lalu, siapa yang peduli tentang keadilan?
aku
kau
atau Tuhan?

Diterbitkan di:
KORAN HARIAN SINGGALANG EDISI MINGGU, 15 OKTOBER 2000

Surat Ketiga

Lembar pertama:
Aku minta pada baginda raja
yang mulia di istana rimba raya
untuk meredakan tangis duka
janda-janda
perawan tak bermahkota
dan yatim-yatim yang hilang orangtua

Lembar kedua:
Besar harapanku pada patih perdana menteri
dan tuan panglima yang arif bijaksana
untuk damaikan negeri kecilku tercinta
dari angkara murka, taring-taring tirani berhati singa
yang bengis menindas tanpa iba

Lembar ketiga:
Oh, sayang
suratku tak digubris
malah tuan menggores tinta merah
bergaris darah

Oh, kuanggap tuan bengis, sadis
dan berhati iblis

Lhokseumawe, Juni 2000

Perjalanan

ketika biduk kecil dan semilir angin
membawaku jauh berlabuh
bersama lembayung dan senja yang menua
walau tanpa kau di sisiku
kucoba tetap tegar
merajut kasih yang tak berwatas
hingga tapal batas berhasil kuraih
dengan zikir dan doa-doa
dan ayat-ayat alam yang menyeru
bersama angin yang menderu
di setiap sendi
di setiap waktu
yang tak kutahu sampai kapan berakhir
hingga yang mati kembali lahir

Padang, Oktober 1999

Kidung Kematian

hai tubuh dan insan
dengarkah kau suara jeritan
yang melambai memanggilmu
dengan bisikan-bisikan
tangis dan tawa
penyesalan

butiran tasbih putus berserakan
ukiran tinta Quran sirna
lenyap ditelan peradaban

pikir dan renungkan
dosa apa yang kau lakukan
hingga pusara menjerit
membentak mengusirmu!

Lhokseumawe, 9 Maret 1999

Diterbitkan di:
KORAN HARIAN SINGGALANG EDISI MINGGU, 2 SEPTEMBER 2001

Tinggalkan komentar