Keadilan
tak lagi ada yang membela
tentang hak-hak wanita
anak-anak yatim dan juga fakir miskin
yang terus tergilas masa
peradaban
mungkin ini genangan darah terakhir
atau telaga air mata penghabisan
setelah liang-liang tempat bersembunyi
tubuh-tubuh mereka gali
katanya, wanita tempat pelampiasan saja
yatim dan fakir adalah sampah yang harus dibasmi
agar lalat-lalat comberan busuk
tak lagi merayap di kulit dan makanan mereka
lalu, siapa yang peduli tentang keadilan?
aku
kau
atau Tuhan?
Diterbitkan di:
KORAN HARIAN SINGGALANG EDISI MINGGU, 15 OKTOBER 2000
Surat Ketiga
Lembar pertama:
Aku minta pada baginda raja
yang mulia di istana rimba raya
untuk meredakan tangis duka
janda-janda
perawan tak bermahkota
dan yatim-yatim yang hilang orangtua
Lembar kedua:
Besar harapanku pada patih perdana menteri
dan tuan panglima yang arif bijaksana
untuk damaikan negeri kecilku tercinta
dari angkara murka, taring-taring tirani berhati singa
yang bengis menindas tanpa iba
Lembar ketiga:
Oh, sayang
suratku tak digubris
malah tuan menggores tinta merah
bergaris darah
Oh, kuanggap tuan bengis, sadis
dan berhati iblis
Lhokseumawe, Juni 2000
Perjalanan
ketika biduk kecil dan semilir angin
membawaku jauh berlabuh
bersama lembayung dan senja yang menua
walau tanpa kau di sisiku
kucoba tetap tegar
merajut kasih yang tak berwatas
hingga tapal batas berhasil kuraih
dengan zikir dan doa-doa
dan ayat-ayat alam yang menyeru
bersama angin yang menderu
di setiap sendi
di setiap waktu
yang tak kutahu sampai kapan berakhir
hingga yang mati kembali lahir
Padang, Oktober 1999
Kidung Kematian
hai tubuh dan insan
dengarkah kau suara jeritan
yang melambai memanggilmu
dengan bisikan-bisikan
tangis dan tawa
penyesalan
butiran tasbih putus berserakan
ukiran tinta Quran sirna
lenyap ditelan peradaban
pikir dan renungkan
dosa apa yang kau lakukan
hingga pusara menjerit
membentak mengusirmu!
Lhokseumawe, 9 Maret 1999
Diterbitkan di:
KORAN HARIAN SINGGALANG EDISI MINGGU, 2 SEPTEMBER 2001
Komentar Terbaru