Berpagi-pagi Mencari Rezeki

Tukang Saluang:
Muhammad Subhan

SEHABIS Subuh, bergegaslah Engku Kari ke bilik kerjanya. Membaca buku-buku yang baru ia beli dan masih berbungkus plastik.

Kesibukannya berota di lepau Engku Raoh sembari minum teh telur, hampir setiap hari itu, mau tidak mau menyita waktu membacanya. Tapi, membaca tetap nomor satu sesudah minum teh telur.

Habis membaca dua-tiga bab, diletakkannya kembali buku itu di rak perpustakaan pribadinya. Setelah itu, duduk ia di muka komputer, dinyalakannya internet, membaca beberapa situs berita kampung dan luar kampungnya. Baca lebih lanjut

Outbound dan Hiking ala Kelas Menulis ‘Tanda Baca’ dan Pondok Baca ‘Togok’

Keceriaan siswa Kelas Menulis 'Tanda Baca' dan para relawan Pondok Baca 'Togok'

Keceriaan siswa Kelas Menulis ‘Tanda Baca’ dan para relawan Pondok Baca ‘Togok’

MUHAMMAD SUBHAN
Padang Panjang

Ada potensi wisata alam tersembunyi di Padang Panjang. Belum terjamah pemerintah, tapi mulai diminati masyarakat. Jika dipoles tangan-tangan terampil, alamat dapat ‘dijual’ ke wisatawan.

LANGIT di kaki Singgalang pagi itu berawan. Rancak. Tidak seperti hari biasanya rinai turun. Kali itu, hari baik. Baik pula untuk beraktivitas.

Pukul 7.30, sekelompok siswa tampak berkumpul di sebuah rumah, di Pasar Usang, Padang Panjang. Di rumah itu, setiap pekan dibuka Kelas Menulis. Namanya ‘Tanda Baca’, binaan Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia. Ada 20 siswa seusia SD, SMP dan SMA, belajar di rumah itu. Gratis, tidak dipungut biaya. Baca lebih lanjut

Sinopsis Novel Rinai Kabut Singgalang Karya Muhammad Subhan

Novel Rinai Kabut Singgalang

Novel Rinai Kabut Singgalang

Dikisahkan, Maimunah (ibu Fikri), perempuan asal Pasaman (Sumatera Barat) telah dicoret dari ranji silsilahnya lantaran nekad menikah dengan Munaf (ayah Fikri), laki-laki asal Aceh. Munaf dianggap sebagai “orang-datang”, “orang di pinggang”, “orang yang tak berurat-berakar”. Menerima laki-laki itu sama saja dengan mencoreng kehormatan keluarga sendiri. Namun, diam-diam Maimunah melarikan diri ke Medan dan melangsungkan pernikahan dengan Munaf di kota itu. Setelah menikah, Maimunah tinggal di Aceh, dan tak pernah kembali pulang ke Pasaman. Sementara itu, orangtua Maimunah hidup berkalang malu, sakit-sakitan, dan akhirnya meninggal dunia. Safri, kakak kandung Maimunah bahkan sampai mengalami gangguan jiwa (gila), lantaran menanggung aib karena ulah adiknya melawan adat.

Luka serupa, kelak, juga dialami Fikri. Fikri merantau ke Padang, karena ia bercita-cita hendak melanjutkan sekolah di perguruan tinggi. Sebelum ke Padang, Fikri mencari mamaknya (paman) di Kajai, Pasaman. Di kampung asal ibunya itu, Fikri sempat merawat paman Safri yang mengidap penyakit selepas kepergian Maimunah ke Aceh—dan karena itu ia dipasung di tengah hutan. Namun akhirnya Mak Safri tewas dibunuh akibat suatu perkelahian. Fikri pun meninggalkan Kajai hijrah ke Padang. Semasa di Padang, Fikri bertemu dengan Rahima, yang kemudian menjadi kekasih pujaannya. Namun, cintanya bagai bertepuk sebelah tangan. Keluarga Rahima—utamanya Ningsih (kakak Rahima)—bulat-bulat menolak pinangan Fikri, lagi-lagi dengan alasan: Fikri “orang-datang”, “orang di pinggang”.
Baca lebih lanjut

Harum Kopi dan Rindu Kampung Halaman

MUHAMMAD SUBHAN
email: rinaikabutsinggalang@yahoo.com

Gayo adalah sebuah suku yang mendiami pegunungan Aceh Tengah, Propinsi Aceh. Di media massa, Gayo saat ini menjadi perbincangan publik terutama banyak warga Gayo yang berdomisili Kabupaten Bener Meriah dan Gayo Lues menjadi korban gempa. Banyak korban jiwa, luka-luka, dan bangunan yang hancur di sana. Dan, kita pun turut berbelasungkawa.

Ruang Sastra Remaja Koran Harian Rakyat Sumbar edisi kali ini menurunkan puisi-puisi karya Soeryadarma Isman,  siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 01 Guguk Malintang, Padangpanjang Timur. Dia sangat berbakat menulis puisi. Itu terlihat dari puisi-puisinya berjudul Kopi, Bumi, Harum Bunga Kopi, Ramadhan: Nenek dan Bubuk Kopi. Di Aceh Tengah, lahan-lahannya yang subur memang gudangnya kopi. Puisi-puisi Soeryadarma Isman ini juga bertema kopi. Menarik untuk diberikan apresiasi.

Mari kita simak puisi berjudul Kopi: //Pulang ke Gayo/ Menyaksikan nenek dan kakek/ Memetik kopi. Jika pagi datang/ Aku lihat kentalnya kopi dalam gelas/ Ah, nikmat sekali.// Baca lebih lanjut