Tragedi Sosial dalam Novel “Rumah di Tengah Sawah”

IRZEN HAWER
Novelis, Guru SMAN 1 Batipuh Tanahdatar

NOVEL Rumah di Tengah Sawah (RDS) hadir melengkapi novel-novel Indonesia yang diangkat berdasarkan kisah nyata pengarangnya. Setelah beberapa novel berjenis memoar-fiktif booming di Indonesia, sekarang hadir di tengah kita Rumah di Tengah Sawah.

Muhammad Subhan sang novelis menyatakan Rumah di Tengah Sawah diangkat dari kisah nyata berlatar desa Tembung-Medan tempat dia menghabiskan masa kecilnya. Dari judulnya, Rumah di Tengah Sawah, sudah membayangkan kepada kita bahwa latarnya berada di tengah alam yang sunyi, berbenteng persawahan dan terpencil di salah satu pelosok Indonesia yang begitu luas. Dalam novel ini kita tidak menjumpai gedung bertingkat, mall atau hiruk-pikuk metropolitan. Justru sekelompok kecil rumah sederhana yang berada di tengah persawahan yang sunyi dengan pola hidup warganya yang sangat sederhana dan miskin. Baca lebih lanjut

Rinai Kabut Singgalang Novel Rasa Minang

IRZEN HAWER
Novelis, Guru SMAN 1 Batipuh

ISTILAH “novel Minang” pernah penulis dengar di kalangan sastrawan atau di kalangan penikmat sastra.

Novel Minang? Apa pula itu novel Minang?

Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan sedikit gambaran tentang istilah novel Minang ini. Secara metode analitik (bahasan sebagian), latar merupakan struktur sebuah teks sastra. Latar merupakan elemen struktural fiksi yang menjelaskan ruang dan waktu terjadinya penceritaan. Seperti latar tempat yang berkaitan dengan geografis, latar waktu berkaitan dengan historis, dan latar sosial berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan atau budaya dan adat istiadat.
Baca lebih lanjut

Ratusan Siswa dan Guru Tonton Film “Ampek Sen”

TANAH DATAR, PADANG TODAY.COM – Kepala Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Budaya Padang (Wilayah Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Bengkulu), Drs. Nurmatias, M.Hum., secara resmi meluncurkan film pendek “Ampek Sen” karya sineas muda Mevi Rosdian, Sabtu (4/4), di SMA Negeri 1 Batipuh, Tanah Datar, Sumatera Barat.

Sebanyak 600-an siswa, guru dan masyarakat setempat menyaksikan film yang diadobsi dari cerita pendek karya Irzen Hawer, seorang novelis dan guru SMA Negeri 1 Batipuh. Sebelumnya, cerpen tersebut pernah memenangkan juara 3 Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia pada 2014.
Baca lebih lanjut

Profil Novelis Irzen Hawer di Wikipedia

Drs. Irzen Hawer (lahir di Padangpanjang, Sumatera Barat, tahun 1960) adalah seorang novelis dan cerpenis Indonesia, yang saat ini bekerja sebagai guru di sebuah sekolah menengah di Batipuh, Tanah Datar, Sumatera Barat. Berkarya dari kota kelahirannya, Irzen merampungkan lima judul novel yang ketebalannya mencapai 300-an halaman dalam waktu tiga tahun (2009–2011). Novel pertamanya, “Cinta di Kota Serambi” diterbitkan pada tahun 2010. Kemudian diikuti dengan beberapa novel berikutnya, “Prosa Cinta di Kota Serambi” (Juli 2011), “Gerhana di Kota Serambi” (November 2011), “Gadis Berbudi” (2012) serta sebuah novel religi.
Baca lebih lanjut

“Gadis Berbudi” Novel Terbaru Karya Irzen Hawer

PADANGPANJANG – Novelis Indonesia asal Kota Serambi Mekah Padangpanjang Sumatera Barat Irzen Hawer kembali “menelurkan” novel terbarunya; “Gadis Berbudi”. Novel yang diterbitkan FAM Publishing, Divisi Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia ini, melepas dahaga pembaca yang menunggu kisah-kisah dengan warna lokal yang ditulis “Pak Guru” ini.

“Gadis Berbudi” adalah novel keempat buah karya Irzen Hawer setelah novel-novel sebelumnya ia tulis dan sukses di pasaran. Novel-novel itu adalah “Cinta di Kota Serambi” (2010), “Gerhana di Kota Serambi” (2011), dan “Prosa Cinta di Kota Serambi” (2012). Bila merunut tahun terbitnya, setahun sekali Irzen Hawer menghasilkan satu novel yang terbit dan itu sangat produktif sekali.
Baca lebih lanjut

Guru yang Menebarkan “Virus Menulis”

MUHAMMAD SUBHAN
email: rinaikabutsinggalang@yahoo.com

Kalaulah ada guru yang suka menebarkan “virus menulis”, maka dialah Irzen Hawer namanya. Ia guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Negeri 1 Batipuh, Tanahdatar. Cobalah bayangkan, dalam waktu dua tahun (2009-2010) beliau telah merampungkan empat buah novel dengan ketebalan antara 250-300an halaman. Berarti, dalam setahun dua novel ditulisnya. Ini luar biasa!

Sungguh saya terkaget-kaget dibuatnya. Di usia yang tidak muda lagi, malah “darah muda” itu baru kini datangnya. Saya saja yang genap berusia 30 tahun saat novel Prosa Cinta di Kota Serambi (2010) karya Irzen Hawer diterbitkan, hanya baru mampu merampungkan sebuah novel. Ingin menulis novel kedua terasa berat kepala. Tapi semangat yang ditularkan Irzen Hawer—maaf, izinkan saya memanggil nama saja—ini, membuat saya tertantang untuk mengejar ketertinggalan meski sejujurnya peluang untuk menulis banyak buku bagi saya lebih besar dibanding Irzen Hawer yang jauh usianya di atas saya. Konon lagi bagi pecinta sastra yang berusia di bawah saya.
Baca lebih lanjut