MUHAMMAD SUBHAN
email: rinaikabutsinggalang@yahoo.com
NOVEL dengan tema percintaan tidak satu-dua. Sudah banyak. Sejak zaman Shakespeare hingga Asma Nadia, atau yang lebih muda dari itu, bertaburan di toko buku. Judul di sampul dengan kata “cinta”, bila diurutkan satu persatu, tak terhitung jumlahnya. Setiap pengarang lahir dan mati, novel-novel baru dengan tema-tema percintaan terus “diproduksi”.
Roman-roman era Pujangga Lama maupun Pujangga Baru, khususnya buku-buku yang diterbitkan Balai Pustaka, banjir dengan roman-roman percintaan—walau umumnya cinta dipakai sebagai ‘bumbu’ di balik semangat nasionalisme para pengarangnya. Menyebut beberapa roman percintaan itu, semisal: Binasa kerna Gadis Priangan (1931) karya Merari Siregar, Siti Nurbaya (1922) karya Marah Roesli, Ken Arok dan Ken Dedes (1934) karya Muhammad Yamin, Cinta yang Membawa Maut (1926), Salah Pilih (1928) karya Nur Sutan Iskandar, Sengsara Membawa Nikmat (1928) karya Tulis Sutan Sati, Darah Muda (1927), Asmara Jaya (1928) karya Djamaluddin Adinegoro, Salah Asuhan (1928), Pertemuan Djodoh (1933) karya Abdul Muis, dan banyak roman lainnya. Singkat kata, karya sastra dengan bumbu cinta tidak akan ada habisnya, sepanjang pengarang hidup. Baca lebih lanjut
Komentar Terbaru